Purnama di Sejauh Mata Memandang

Sekar Surowijoyo
2 min readSep 11, 2022

--

I.

Menjelang Purnama

Kira-kira dua bulan lalu, aku bertemu purnama. Ku jelang dirinya saat banyak sekali kekhawatiran. Kala itu aku paham betul bahwa keindahan purnama hanya dapat dinikmati dari jauh.

Maka dengan ekspektasi terendah, aku menjelang purnama.

“Mengapa baru sekarang?” ujarnya. Aku tidak tahu, mungkin pada saat-saat lalu aku terlalu hancur dan kewalahan mengurusi diriku sendiri. Maka meskipun sebentar, aku ingin menemui purnama, menikmati terang dan hangat sinarnya. Aku lebih takut akan menyesal tidak menemuinya daripada aku menjumpainya bersinar dengan bintang lain.

II.

Rupanya sekedar singgah

Meski kadang langit tidak mendukung, entah kondisi udara kurang baik atau mendung berkumpul sebelum hujan maka purnama tidak akan terlihat. Namun selagi ada kesempatan maka aku akan menemuinya.

Purnama punya kehangatannya sendiri, dia bicara terbata-bata membuatku harus menatapnya lama untuk memastikan kata-kata itu tidak berceceran. Pelan namun pasti, kehangatannya membersamaiku saat mendengarkan jutaan nada. Dia tetap berusaha teduh meskipun rapuh.

Hingga dia berujar bahwa aku adalah bintang yang selama ini dia tunggu tapi aku hadir di waktu yang salah. Aku cuma bisa terdiam, maka tak ku sampaikan bahwa aku ingin bisa pulang lagi bersama purnama.

Jika menikmati keindahannya dia sebut sebuah kesalahan, lantas apa yang benar? Apa yang bisa membuatku menjadi bintang di langit?

III.

Dirimu Ada di Sejauh Mata Memandang

Halo! Aku yakin kamu akan menemukan tulisan ini setelah dirimu frustasi mengetuk pintu. Kamu beruntung sudah pernah bertemu bintang ini, dia minimal akan menuliskanmu diblog catatan hariannya dan kamu bisa membacanya kapanmu kamu mau. Mengingat saat purnama dan bintang bersama, meski singkat tapi segalanya indah untuk dikenang.

Aku juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, bahwa dia telah mengirimkan kabar tentang purnamaku yang bersinar sempurna hari ini. Ternyata melihatnya bersama bintang lain lebih hangat daripada melihatnya memaksakan diri mencintai bintang lain. Meskipun aku kecewa tentang purnama tak mampu bicara jujur kemarin. Namun aku akan memastikan segala doa baik atas bersatunya purnamaku dengan bintang itu.

Aku tidak percaya bahwa cinta hadir di waktu yang salah. Jika dia cinta maka dia harus hadir di waktu yang tepat sebab dalam cinta tidak ada penyesalan.

Kini aku akan menemuimu, purnamaku, di sejauh mata memandang, sebab kamu berada di sudut-sudut kota dan nada-nada terbaik yang ku punya.

Bersinarlah purnama bersama bintangmu. Rayakanlah kehidupanmu.

Aku pun akan jadi bintang terang tanpamu. Tidak apa-apa, aku bisa pulang ke rumahku sendiri.

Mengutip Bilal, “walaupun wangimu tak lagi di sini, segala damai yang tlah kau tinggal abadi.”

11/09/2022

--

--

Sekar Surowijoyo

Self proclaims moody monster who randomly write about forest, human rights, public policy, and anything related. #Bizhumanrights